Sabtu, 13 Februari 2010

Materi metode Ilmu ini agak sedikit berat bagi pemula, tapi jika mau berusaha insyaa Allah kita dapat memahami dengan mengikuti diskusi kelompok dan terus mengikuti blog lainnya. Dibawah ini kita lanjutkan membaca bukunya Bung Hata :

Pengantar ke jalan ILMU & PENGETAHUAN Oleh : Mohammad Hata
====================================================

METODE ILMU

Tiap-tiap ilmu memilih masalah yang akan diperiksanya. Jadi ilmu dari semulanya bersifat memilih. Ia memandang alam dan dunia itu dari satu pihak saja. Itulah bedanya dengan seni yang berdasar pada perasaan. Seni memperhatikan keindahan, mencari harmoni (persatuan) dalam alam. Ilmu memikirkan alam terpecah dan pecahan satu-satunya itu yang penting baginya.
Dari masalah yang banyak itu kita ambil beberapa saja, yang kita anggap penting bagi pengetahuan kita, lalu kita selediki bagaimana duduknya dan betapa perhubungan sebab dan akibatnya. Perihal kita mengambil peninjauan itu menetapkan pula ukuran mana yang harus dipakai. Ukuran itu disebut METODE ILMU. Sebetulnya metode itu tidak lain dari pada satu skema, satu rancangan bekerja, untuk menyusun masalah yang satu macam itu menjadi satu system pengetahuan.

Misalnya ILMU BINTANG, mengambil peninjauan dari jurusan pertanyaan : Bagaimana peredaran bintang, bumi, matahari dan betapa hukumnya?
ILMU KIMIA lain lagi tempat meninjau : dari pada apa terdirinya tiap-tiap benda di alam ini, mana zat atau anasir yang usul itu dalam tiap-tiap materi (barang)? Dan sesudah mengerjakan pekerjaan analitik (mengupas dan memisah) ia membalikkan soal itu: Bagaimana metodenya (jalannya) membangunkan perhubungan yang banyak persangkutannya dari pada perhubungan yang mudah sekali ? Dan sesudah memajukan soal sintetik (memperhubungkan) ini, orang bertanya lagi : bagaimana kita mendapat pengertian dari sifat perhubungan yang berlain-lainan itu ?

ILMU HUKUM meninjau dari satu pihak hidup manusia dalam masyarakat, yaitu mengupas masalah yang bersangkutan dengan hak dan keadilan.
ILMU EKONOMI meninjau dari jurusan penghidupan ekonomi saja yang menjadi soalnya : bagaimana tindakan manusia dalam mencapai penghidupannya, dengan maksud mencapai kemakmuran dalam dunia yang tidak sempurna?
ILMU BUMI aliran baru meninjau dari pokok soal : bumi sebagai tempat kediaman manusia. Dari pusat itu ia menyelediki pengaruh kedudukan dan bangun tempat atas manusia dalam segala tindakan hidupnya dan perhubungannya.
Demikianlah kita perhatikan contoh yang menyatakan, betapa jalan ilmu mencari pengetahuan yang teratur dari pada alam dan masyarakat !.

Kalau kita perhatikan betul peyelidikan ilmu, kedua macam tujuan pengetahuan itu terdapat dalam daerah ilmu alam maupun daerah ilmu social. Bedanya hanya bahwa soal ilmu alam itu banyak mengenai sifat-sifat yang tetap, dan soal ilmu social yang benyak bersangkut dengan masyarakat yang berubah-ubah, yang senantiasa dalam kejadian.
Perkara metode mana yang dipakai oleh satu-satunya ilmu, hal itu semata-mata bersangkut dengan tujuan pengetahuan. Sebagaimana yang tersebut tadi, tujuan itu ada dua : mencapai pengetahuan tentang yang tetap dan mencapai pengetahuan tentang yang terdapat sekali lalu. Kita dapat melihat apa yang tetap padanya, yang umum lakunya, dan kita dapat pula meniliknya sebagai kejadian yang terdapat sekali lalu.
Berhubung dengan yang diuraikan diatas ini ternyatalah, bahwa terlebih dahulu kita dapati dua metode untuk menyelediki dunia yang lahir; metode untuk mengetahui yang umum dan metode untuk mengetahui yang satu-satunya. Metode yang pertama kita sebut METODE ABSTRAKSI; metode yang kedua kita sebut METODE HISTORIKA.

Mari kita perhatikan lebih lanjut cara bekerja dengan metode keduanya. Kita mulai dengan metode abstraksi ! Abstraksi asalnya dari kata latin “abstractum”, yaitu pengertian saja yang tidak dapat dirupakan. Barang yang abstrak misalnya “tabiat”, “sifat”, “kelakuan”. Semuanya itu ada dalam pengertian; tetapi tidak dapat dilihat atau dipegang. Jadinya kebalikkan daripada barang yang konkrit seperti rumah, meja, kursi, kuda.
Ilmu memakai metode abstraksi, kalau ia hendak menyatakan yang umumnya dalam segala kenyataan dan keadaan. Misalnya hukum jatuh umum sifatnya. Tiap-tiap barang yang lebih berat dari pada udara, jika diangkat dan dilepaskan, jatuh ke bumi. Kebenaran ini mengenai segala barang yang lebih berat dari pada udara. Barang apa saja, asal ia memenuhi syarat itu. Kebenaran ini dipakai sebagai pokok saja, sebab sahnya tidak bersangkut dengan barang ini atau itu, melainkan barang apa saja. Tetapi dalam alam yang lahir, tidak semua barang sama cepatnya jatuhnya. Bertambah berat barang itu, bertambah cepat jatuhnya.Sebab itu dalam tiap-tiap keadaan tertentu, keterangan hukum itu mesti disusul dengan keterangan yang dekat kepada yang lahir. Barang-barang yang tiada sama beratnya, berlain-lain cepat jatuhnya. Hanya satu tabiat yang umum pada segala barang itu, yaitu bahwa ia jatuh, karena ia lebih berat daripada udara. Menyusul yang Umum itulah gunanya metode abstarksi.

Kita ambil lagi contoh dari pada kehidupan masyarakat. Seperti telah disebutkan masyarakat senantiasa dalam perubahan. Tetapi dalam segala perubahan itu ada tabiat manusia yang tetap adanya, yang tidak bersangkutan dengan tempat dan waktu. Ada satu kenyataan yang buktinya begini : makin banyak seseorang mempunyai barang, makin kurang guna barang itu baginya. Kenyataan ini disebut hukum guna yang makin kurang. Hukum ini umum sifatnya dan tampak sebagai tabiat tiap-tiap orang dalam perhubungannya dengan barang-barang pemuaskan keperluan hidupnya. Tetapi dalam dunia yang lahir manusia itu tidak sama kuat keinginannya, sekalipun dalam keadaan yang sama. Yang seorang lekas puas, sebab itu hukum guna yang makin kurang itu lambat berlaku padanya. Tetapi dalam segala perbedaan sikap itu, ada satu tabiat yang umum pada segala orang setiap waktu, dan di segenap tempat, yaitu bahwa keinginnan seseorang akan satu barang makin kurang, jika barang itu makin banyak ada padanya.
Ilmu social yang menyatakan hukum-hukum itu dan mengupas soalnya dengan mempergunakan kenyataan itu sebagai dasar bekerja, adakalanya disebut ilmu bersifat eksakta (sahih), dan bersifat seperti ilmu alam. Satu contoh ilmu social yang mempergunakan metode abstraksi yaitu ekonomi teoritika.

Sekarang kita bertanya lagi : cara bagaimana ilmu itu mencapai pengertian atau sifat atau hukum yang umum itu ? Ada tiga jalan untuk mengetahuinya :

Pertama, dengan jalan memperbandingkan. Jalan ini biasanya ditempuh oleh ilmu kesehatan untuk mengetahui tanda satu-satu penyakit. Tanda satu-satu penyakit itu baru dapat ditetapkan, setelah diadakan pemeriksaan pada beribu-ribu orang yang sakit.

Kedua : dengan jalan experiment, yaitu mengadakan percobaan seperti yang biasa dikerjakan oleh ilmu fisika. Pengetahuan bahwa uap adalah satu tenaga, didapat karena pengalaman dan dengan mencoba. Demikian juga pengetahuan, bahwa udara makin tinggi makin kurang padatnya. Bahwa perbandingan pada udara itu sejalan dengan tinggi rendahnya tempat, diketahui setelah diadakan percobaan dengan barometer.

Ketiga, dengan jalan memperhatikan atau dengan jalan keinsyafan. Jalan ini lazim dipakai oleh ilmu social yang bekerja dengan metode abstraksi. Perhatian itu biasanya bermula dengan keinsyafan dalam diri sendiri. Dan tabiat yang menjadi kebiasaan itu menimbulkan kira, bahwa yang sedemikian terdapat juga pada orang lain sebagai sikapnya berhadapan dengan barang di luar dia. Biasanya tiap orang merasa, tabiat mana yang lahir sebagai pembawaan dirinya sendiri dan tabiat mana yang menjadi pembawaan umum.

Keterangan di atas ini menyatakan pula, bahwa ada bedanya tentang menyatakan yang umumnya dalam alam atau dalam masyarakat. Jalan yang dipakai terhadap alam luaran, yaitu jalan memperbandingkan dan jalan experiman, disebut juga METODE INDUKTIF. Jalan ini bermula dengan mengumpulkan bukti dan dari pada bukti-bukti itu dicari kebulatannya. Kebenaran yang disebut hukum social tidak dapat diketahui dengan percobaan, seperti yang dapat dilakukan dengan barang-barang di alam atau dengan menetapkan sifat satu-satunya penyakit. Kebenaran hukum social diterima sebab terasa umumnya. Cara bekerja yang menetapkan kebenaran seperti itu disebut METODE DEDUKTIF. Disini orang bermula dengan menerima kebenarannya. Kemudian baru diuji kebenarannya dengan memeriksa keadaannya dalam satu-satunya. Sebagai kebulatannya dapat kita katakan di sini, bahwa metode abstraksi dapat dijalankan dengan jalan induktif (perbandingan dan experiment) dan dapat dengan jalan deduktif.

Sekarang kita perhatikan jalan bekerja dengan METODE HISTORIKA ! Historika artinya sejarah. Seperti disebut diatas metode ini dipakai untuk menerangkan keadaan-keadaan yang terjadi sekali lalu, yang tidak timbul kembali berulang-ulang. Kejadian-kejadian yang berlalu itu, yang lewat sekali saja, ialah sejarah. Sebab itu metode yang mencari pengertian tentang itu disebut “METODE HISTORIKA”. Bekerja dengan metode ini artinya mengupas kedudukan keadaan yang terdapat sekali lalu saja dengan menyatakan persangkutan sebab dan akibatnya.
Kalau kita perhatikan orang menulis sejarah, ternyata bahwa lukisan itu tidak pernah cukup, betapa juga tebalnya kitab yang dikarang. Memang dunia yang lahir tidak dapat disalin secukup-cukupnya menjadi pengertian. Yang dapat dikerjakan hanya melukiskan gambaran yang mudah dari pada satu-satu tamasya atau keadaan, supaya tandanya tertanam dalam pikiran kita.
Seperti juga dengan segala ilmu, ahli sejarah memilih lebih dahulu masalah mana yang hendak dipaparkannya. Mana yang penting menurut timbangannya, itulah yang diambilnya sebagai pokok (obyek) penyelidikannya dan yang lain itu tinggal di belakang. Misalnya orang yang melukiskan sejarah Yunani, ada yang mengutamakan penghidupan politik, ada yang mengemukakan penghidupan seni atau kesusasteraan, ada yang mementingkan penghidupan ekonomi di masa itu, dan ada pula yang memberi pemandangan serba sedikit dari pada beberapa cabang penghidupan itu. Tetapi siapa yang mengerjakan yang kemudian ini, sudah memudahkan benar rupa mesyarakat yang diselidikinya, karena ujudnya mencari tanda umum yang didapat pada segala cabang penghidupan di masa itu. Ia sudah renggang sedikit dari pada metode historika dan mendekati metode abstraksi.

Metode abstraksi dan metode historika adalah metode yang sempurna sifatnya, satu sama lain berbeda sekali. Tetapi disebelah itu ada lagi satu metode ilmu, yang bengunnya boleh dikatakan paduan dari pada metode yang dua itu. Metode ini kita beri nama METODE SOSIOLOGI, karena ilmu sosiologi yang sering mempergunakannya. Metode ini kita katakana gabungan dari pada metode abstraksi dan metode historika, karena cara bekerjanya mempertalikan yang umumnya dengan satu-satunya, mempertalikan hukum dengan sejarah. Metode ini menyatakan hukum mana yang menguasai perubahan sesuatu persekutuan hidup dari satu tingkat tertentu pada tingkat yang lebih tinggi menurut garis yang tertentu. Pada hakekatnya bekerja dengan metode ini mesti meninjau dari satu bukti yang umum sepanjang sejarah. Dan kemudian memperhatikan garis perubahan masyarakat dengan bukti itu. Misalnya sebagai ukuran kemajuan masyarakat boleh diambil : cara orang menghasilkan syarat hidupnya dari masa ke masa; cara orang tukar menukar atau mempertukarkan barang penghasilannya dari masa ke masa; semangat perekonomiannya dari masa ke masa; cara orang bergaul dengan sesamanya dari masa ke masa di bawah pengaruh lingkungan alam dan lingkungannya; dan banyak lagi lainnya.

Satu missal untuk memudahkan memahamkannya ! Fridrich List menggambarkan kemajuan perekonomian menurut lima tingkatan.
Pertama, zaman memancing dan berburu. Manusia dalam masa itu hidup dari pada pemberian alam saja.
Kedua, zaman berternak. Pada tingkat ini manusia sudah mulai tahu cara berusaha menghasilkan syarat hidupnya dengan jalan memelihara ternak, yang dapat diperbanyak dari yang sudah ada. Ia tidak menerima saja lagi dari pemberian alam.
Ketiga, zaman bertani.Pada tingkat ini pengetahuannya tentang menghasilkan syarat hidupnya sudah bertambah luas. Ia pun tidak lagi hidup mengembara, melainkan sudah mempunyai tempat kediaman yang tetap.
Keempat, zaman bertani dan berkerajinan. Di masa itu cabang penghasilan sudah bertambah dan syarat hidup bertambah banyak.
Kelima, zaman bertani, berkerajinan dan berniaga. Pada tingkat ini cabang penghidupan ekonomi sudah bertambah luas, telah bersangkut-paut ke seluruh dunia. Ruang hidup diperluas, telah bersangkut paut ke seluruh dunia. Ruang hidup diperluas dengan usaha, tidak lagi ditentukan oleh batas tanah yang dialami.

Jadi teori List itu terbatas kebenarannya. Tetapi apabila syarat-syarat yang musti diumpamakan pada teori itu dipenuhi, sifatnya sahih. Ia berlaku sebagai hukum, sebab itu umum adanya. Begitulah hakekatnya segala hukum historika atau hukum kemajuan.
Ada lagi ahli yang menilik kemajuan tiap-tiap bangsa sebagai peredaran hidup manusia, yaitu waktu kecil, waktu besar dan kuat, waktu tua dan akhirnya mati.
Peninjauan sejarah semacam ini didasarkan kepada psikologi, penghidupan jiwa. Tiap-tiap yang kecil berniat akan menjadi besar. Selagi kecil orang giat bekerja, supaya lekas besar dan makmur hidupnya. Kalau sudah besar dan mulia, tabiat mulai berubah. Kerajinan dahulu berganti dengan kemalasan; aktivita bertukar menjadi letargi (lalai). Itulah pokok kemunduran, yang kalau tidak dijaga boleh jadi membawa kesusahan kembali.
Teori itu dapat pula dipergunakan untuk mngukur hingga tingkat mana hidup suatu bangsa pada suatu masa. Tetapi teori itu tidak lebih daripada menyatakan garis besar saja, karena yang satu-satunya tidak dapat dirupakan dalam perikatan hukum kemajuan.

Begitulah cara ilmu bekerja untuk mendapat pengertian dari pada dunia yang lahir. Keadaan atau kenyataan yang satu saja dapat ditinjau dari beberapa penjuru, hasilnya kita mendapat beberapa kebenaran tentang yang satu itu, yang berlain-lain isinya. Tiap-tiap kebenaran dari pada yang lahir itu tidak lebih dari pada satu kebenaran. Yaitu satu dari pada yang banyak. Bukan yang satu itu saja yang benar, melainkan banyak yang lain yang juga benar.
Sebab itu kita harus berhati-hati menyatakan kebenaran yang kita dapat dengan satu cara penyelidikan ilmu. Jangan sampai kita menyangka, bahwa pendapat kita saja yang benar dan pendapat orang lain itu salah semuanya.

Sebagai kebulatan uraian dapat kita katakan : ada tiga macam metode bekerja, yang dapat dipakai oleh ilmu untuk mengupas masalahnya.
Pertama METODE ABSTRAKSI yang memberi keterangan tentang pekerjaan hukum kausal dalam yang umumnya.
Kedua, METODE HISTORIKA untuk mengupas yang satu-satunya, yang terdapat sekali lalu.
Ketiga, METODE SOSIOLOGI untuk mendapatkan pengertian tentang hukum kemajuan masyarakat.
Satu-satunya dari pada metode yang tiga ini hanya dapat mencapai satu kebenaran dari pada yang lahir. Sebab itu kebenarannya berhingga. Hasil ketiga-tiganya mencapai tiga macam kebenaran. Jumlah pendapat itu memberi kita pengertian yang lebih luas dan lebih sempurna tentang dunia yang lahir yang tidak ada batasnya. Tetapi semua itu belumlah memberi pengertian yang secukup-cukupnya tentang yang lahir itu. Pengertian yang secukup-cukupnya itu tidak akan pernah didapat. Makin dalam ilmu kita makin ternyata pada kita, bahwa pengetahuan kita tentang yang lahir itu amat sedikit jika dibandingkan dengan yang belum dan tidak dapat diketahui. Yang lahir itu tidak dapat disalin sehabis-habisnya menjadi pengertian. Sebab itu tiap-tiap ilmu hanya memberi satu paduan daripada yang sebenarnya, supaya mudah kita mengetahuinya. Ilmu memudahkan rupa yang lahir itu dimuka kita.

==============================================================

Demikialah Bung Hata memberikan teori tentang Metode Ilmu sebagai satu hasil pengamatan manusia tentang alam benda dan alam tan benda.
Menjadi pertanyaan bagi kita kawan, apakah Al-Qur’an sebagai Ilmu yang Allah sebut dalam Al-Qur’an itu sendiri memiliki methode yang seperti halnya apa yang digambarkan dalam buku Bung Hata ini ?

METODOLOGI AL-QUR’AN

Setelah kita membaca metode ilmu dalam bukunya Bung Hatta, tentunya ada yang bertanya jikalau ilmu itu harus mempunyai metode, maka apakah Al-Qur’an ini mempunyai metode juga?
Mari kita bedakan antara Ilmu hasil pengamatan manusia dengan ketiga jenis metode tadi dibandingkan dengan Al-Qur’an sebagai satu ajaran dari Allah.
Ilmu dalam Al-Qur’an dimulai dengan membaca wahyu atau ayat-ayat Al-Qur’an tentang pakta yang terdiri dari Pasti alam dan budaya manusia serta kedudukan wahyu itu sendiri menyangkut bahasa Al-Qur’an dan maknanya yang benar dan dapat diuji oleh siapa saja.

Istilah Metodologi ini kita pinjam, untuk memudahkan saja kita memahami istilah Nur dari Al-Qur’an. Dimaksud dengan “metode” artinya ialah “special form of idea”, yaitu “bentuk-bentuk berpikir” atau dengan istilah “prosedure of form” yaitu “cara terbentuknya model berpikir”. Kata “logi” berasal dari “logica” yang berarti teori/ilmu. Jadi Metodologi ialah “Ilmu tentang cara berpikir manusia”
Sebagaimana kita ketahui bahwa isi Al-Qur’an ini ada dua, yaitu Nur dan Dzulumat. Mari kita bahas tentang model berpikir Dzulumat sebagai tantangan.
Surat Al-Baqarah ayat 17 menjelaskan Metodologi Al-Qur’an sebagai berikut :

MATSALUHUM KAMATSALIL LAZISTAU QADA NAARAN FALAMMAA ADHAA’AT MAA HAULAHUU ZAHABALLAAHU BINUURIHIM WA TARAKAHUM FII DZULUMAATIN LAA YUBSHIRUUN.

“Perumpamaannya mereka yang Dzulumat itu panaka orang yang menyalakan api unggun di malam hari. Maka manakala api telah menyinari sekelilingnya, Allah sepertihalnya memadamkan sinar terang , (begitu menghapuskan Nur menurut Sunnah Rasul-Nya, terhadap mereka yang tenggelam dengan angan-angan subyektivismenya) dan membiarkan mereka tenggelam kedalam pilihan Dzulumat menurut Sunnah Syayathin sehingga mereka tidak lagi berpandangan dengan Nur menurut Sunnah Rasul-Nya dalam kehidupan”.

Jadi berdasar Al-Qur’an ada dua metode ilmu yaitu metode Nur lawan metode Dzulumat. Methode Dzulumat itu terbagi dua juga yaitu Idealisme dan Naturalisme.

Idealisme :

Plato sebagai pencipta Idealisme digambarkan dalam bukunya Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum, Penyususn Von Schmid Penterjemah : R. Wiratno halaman 12-14 dia katakan sebagai berikut :

Plato adalah pencipta ajaran serba cita (ideeenleer) karena itu filsafatnya disebut Idealisme. Pikiran-pikiran itu lahir karena pergaulannya dengan kaum Sofist. Dia pun beranggapan bahwa pengetahuan yang diperolehnya berkat pengamatan dengan panca indra itu adalah relative. Kebajikan tidak mungkin ada tanpa memiliki pengetahuan dan pengetahuan tidak bisa hanya terbatas pada pengamatan saja. Sebab pengetahuan itu dilahirkan oleh alam non-benda.
Dengan mengajarkan pikiran itu Plato menjadi ahli pemikir pertama yang menerima faham adanya alam non-benda. Dari alam baru ini ia hendak menerangkan pengetahuan susila. Ini menjadi latar belakang pula dari alam jasmani.

Bentuk-bentuk dari benda-benda yang kita amati itu hanya dapat dipandang sebagai bayangan-bayangan dari kenyataan alam non benda, dimana benda-benda itu ada dalam bentuk yang lebih murni. Cita (idea) dari kuda misalnya, yang mempunyai sifat dari kuda dalam bentuk yang sempurna tidak dapat diamati di dunia ini. Kuda-kuda yang kita lihat disini berbeda satu sama lain dalam bentuk, warna dan sifatnya. Maka Plato bertanya kepada diri sendiri : apakah sebabnya kita kenali seekor kuda dalam gejala sedemikian rupa itu, meskipun ada banyak perbedaan-perbedaan? Sebabnya ialah, oleh karena jiwa manusia itu telah bermukim lebih dahulu dalam alam serbacita murni sebelum ia memasuki badan kita; disana ia telah melihat cita dari kuda dan kemudian ia kenali kuda tersebut dalam bentuk yang kurang sempurna di dunia ini. Jadi serba cita itu yang sudah ada pada saat menusia itu lahir. Mencari ilmu pengetahuan berarti menimbulkan kembali ingatan-ingatan, dan terbit dari kerinduan jiwa kita akan dunia serba cita dimana jiwa kita dulu ada.

Pada permulaan buku ketujuh tentang “Negara”, Plato telah mencoba menerangkan sekali lagi dengan jelas secara ibarat yang indah sekali, teorinya tentang ilmu pengetahuan yang telah diuraikan lebih dahulu dalam bukunya yang keenam.

“Disitu ia membayangkan manusia di dunia ini sebagai makhluk yang sejak lahirnya dirantai dalam sebuah gua yang dimasuki cahaya matahari sedemikian rupa, sehingga makhluk itu tidak dapat bergerak dan hanya dapat mengarahkan pandangannya ke jurusan gua itu saja. Dibelakang makhluk yang dirantai itu, diluar gua tersebut, menyala api dan antara api dan gua itu bergerak disepanjang jalan yang terjal, dibelakang subuah tembok, orang-orang yang memikul barang-barang sedemikian rupa sehingga hanya barang-barang itu saja yang tampak dari sebelah tembok tersebut. Barang-barang yang bermacam-macam itu melemparkan bayang-bayangnya kedalam gua. Bayang-bayang itu adalah satu-satunya yang dapat dilihat oleh orang-orang yang dirantai itu, sehingga mereka akan menganggapnya sebagai kenyataan yang sebenarnya.
Dengan orang-orang yang dirantai itulah kita harus menyamakan menusia mengenai hubungannya dengan dunia sekitarnya.

Selanjutnya Socrates menggambarkan bagaimana manusia akan berbuat, bila mana ia telah dibebaskan dari rantainya tiba-tiba ditempatkan diluar gua berhadapan dengan cahaya dan gejala-gejala sesungguhnya itu. Bagaimana ia pada awalnya silau sama sekali, lambat laun harus membiasakan diri pada keadaan baru itu dan cenderung menganggap bayang-bayang dalam gua itu sebagai yang lebih mendekati yang sebenarnya dari pada kenyataan baru itu, dan berangsur-angsur akan mengerti hubungan yang ada antara bayangan-bayangan dalam gua itu dan kenyataan yang ada di luar gua tersebut.
Baru kemudian dia akan gembira tentang hal-hal yang baru itu dan tidak akan menghiraukan lagi fikiran orang-orang yang hanya melihat dalam gua saja, demikian pula ia tidak menghiraukan lagi pendapat-pendapat mereka yang berbeda satu sama lain tentang semuanya yang terjadi disana. Jikalau ia ditempatkan kembali di dalam gua itu, mula-mula akan lebih kurang penglihatannya dari yang lain-lain, oleh karena penglihatannya dirintangi oleh kegelapan, dan ia akan dihina, serta keterangannya tentang kejadian-kejadian yang sebenarnya akan ditertawakan orang saja, sehingga ia akan ingin kembali ke dunia luar gua itu, sedangkan orang-orang yang lain tak akan sudi mengikutinya oleh karena menganggapnya orang yang sama sekali sudah terpesona.

Gua dibawah tanah itu adalah dunia yang dapat dilihat, api yang menyala itu adalah cahaya matahari, sedangkan orang tawanan yang membumbung ke dunia atas dan melihatnya adalah jiwa yang naik ke dunia pengertian.
Dalam dunia-jiwa yang tinggi dan dikala itu Plato berusaha membentuk susunan serba cita yang logis yang dapat diperolehnya dengan jalan uraian-uraian dan dialektik.

Singkatnya Idealisme satu metode yang tidak mempercayai kenyataan yang dihadapinya. Bagi Idealisme kebenaran itu tidak terletak pada materi, tapi kebenaran itu hanya ada pada idea atau cita diluar alam yang nyata ini.

Naturalisme :

Apa yang digambarkan oleh Bung Hata sebanrnya itulah metode Naturalisme, hanya dengan menggunakan istilah yang berbeda tapi maksudnya sama.
Pandangan Naturalisme ini terbagi dua yaitu Macro atomisme dan Micro atomisme.

Macro atomisme adalah pandangan tehadap alam besar, dimana pandangan ditujukan kepada benda-benda langit kemudian ditarik kesimpulan bahwa alam hagad raya ini beredar demikian tertibnya, masing-masing planet beredar menurut garis edarnya masung-masing. Dari hasil pengamatan ini melahirkan pandangan hidup Individualisme yaitu kesimpulan bagi kehidupan social manusia jika mau beres masing-masing orang atur dirinya sendiri, jangan usil orang lain. Itulah sebabnya dalam kenyataan kita lihat bahwa ada orang Islam, tapi hidupnya individu, tidak peduli terhadap sesama manusia.

Micro atomisme adalah pandangan terhadap alam kecil atau alam mikro. Pandangan Micro atomisme ditujukan kepada tubuh manusia diselidiki yaitu pandangan ditujukan terhadap bagian-bagian dari tubuh manusia, sehingga kesimpulannya adalah tubuh manusia itu terdiri bagian terkecil yaitu cel yang diorganisir dalam klas-klas. Ada klas kepala, ada klas tangan ada klas mata, ada klas kuping, klas mulut, klas kaki dan sebagainya. Namun dari semua klas itu yang paling berkuasa adalah klas otak. Dibuktikan jika klas perut ingin mengelaurkan air seni, maka lewat urat saraf dikontek ke otak melalui hati, maka semua klas yang ada pada tubuh itu harus tunduk pada perintah otak,
Ketika masuk WC, walaupun klas hidung protes karma bau WC, tapi tidak dapat memisahkan diri dari tubuh yang satu itu.
Dari hasil pengamatan Micro Atomisme itu maka lahirlah kehidupan kasta, yaitu kehidupan menurut klas manusia. Pandangan hidup ini disebut dengan istilah Kolektivisme.

Methode NUR menurut sunnah Rasul, memberikan jawaban yang telak terhadap metode Dzulumat, bahwa manusia itu tidak bisa apa-apa selain mencontek yang sudah ada. Dengan bahasa yang extrim, manusia itu hanya bisa menjadi maling Ilmu dari Ajaran Allah yang Nur menurut Sunnah Rasul-Nya.
Seluruh ayat Al-Qur’an adalah bersudut Nur yaitu dari Allah untuk menerangkan alam semesta yang tergantung pada kepastian Allah.
Itulah sebabnya kenapa Bung Hata mengatakan bahwa perbedaan antara Ilmu dan Agama ialah bahwa agama itu masalah hati sedangkan Ilmu masalah otak.
Bagi manusia yang belum kenal metode Nur, pandangan ini di-iyakan. Padahal Agama itu arti sebenarnya A=tidak GAMA = kacau jadi agama adalah satu system hidup yang tidak kacau. Jikalau pengertian Agama seperti itu, ada kemungkinan bisa dipakai untuk menterjemahkan kata AD-DIIN. Tapi kalau agama sama dengan kepercayaan, yah pastilah seperti apa yang dianut oleh Bung Hata tersebut.

Kesimpulan yang dapat kita tarik, bahwa sebenarnya Al-Fatihah sebagai pandangan Umum jika kita mau pinjam istilah METODE DEDUCTIF maka setiap membaca surat Al-Fatihah maka kita berada pada pada sudut memandang secara umum yang perinciannya ada pada isi Al-Qur’an semuanya.
Sebaliknya jika kita sedang membaca surat-surat dalam al-Qur’an maka perlu disadari bahwa kita memahami pada bagian demi bagian, yang kalau mau meinjam istilah METODE INDUCTIF maka kita sedang berada pada pandangan satu persatunya.

Namun baik Al-Fatihah, maupun Al-Qur’anul’adhiim dua-duanya harus ayat-ayatnya dari Allah untuk menerangkan alam semesta yang tergantung pada Kepastian Allah. Konkritnya, semua ayat al-Qur’an harus dalam posisi NUR yaitu segitiga ABC dimana sudut A adalah Allah sebagai Subjek, sudut B adalah Al-Qur’an dan sudut C adalah sudut alam semesta yang tergantung pada kepastian Allah.
Menjadi pertanyan bagi kita bagaimana dengan Ilmu Tauhid? Ayat-ayat Al-Qur’an dari Allah kemudian mereka balikkan untuk membicarakan Allah..adalah non ilmiyah.
Surat Yunus ayat 5 menegaskan :

HUWAL LAZII JA’ALASY SYAMSA DHIYAA-AN WAL QAMARA NUURAN WAQADDARAHU MANAAJILA LITA’LAMUU ‘ADADAS-SINIINA WAL-HISABA. MAA KHLAQALLAAHU ZAALIKA IL-LAA BIL HAQQI. YUFASHILUL AAYAATI LIQAUMIN YA’LAMUUN.

“Dia (Allah) yang sepertihalnya membikin matahari memancarkan sinar terang dan rembulan memntulkan sinar terang (mencapai bumi pada permukaan malam kelam) yakni Dia memastikan yang demikian menjadi berbagai posisi guna memberikan satu ilmu tentang Kalenderiasi dan Matematika dimana Allah tidak menciptakan demikian kecuali menjadi obyektif ilmiyah, begitu menurunkan Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul ini guna mengklasifikasikan pembuktian-pembuktian ilmiyah bagi golongan manusia yang mau memiliki ilmu agung”

Dari surat Yunus ayat 5 diatas dapat kita sket segitiga ABC, dimana Allah telah mencipta Matahari bulan dan Bumi itu dilambangkan pada sudut A sedangkan Al-Qur’an ada pada sudut B dan alam semesta ada pada sudut C. Dipermukaan gelap ada juga segitiga BDC yaitu segitiga bayangan yang berporos kepada subyektivisme manusia yang oleh Plato dilambangkan dalam gua. Inilah sandiwara kehidupan manusia, Nur lawan Dzulumat diatas satu panggung kehidupan alternative manusia. Sekaligus menjadi jawaban bagi kita, kenapa jika terjadi gerhana, Mukmin/Muslim disuruh shalat oleh Allah, karena pada waktu gerhana posisi Matahari, Bulan dan Bumi ada pada satu garis sehingga terjadi kegelapan sistemik, maka Mukmin/Musim disuruh shalat sebagai satu jawaban, biarpun alam pada posisi Dzulumat, tapi saya tetap pada posisi Nur Menurut Sunnah Rasul-Nya.

Semoga bermanfaat, mohon maaf bila ada kesalahan.

Wassalam,
H A M D J A H
dari Selamon
Banda Neira